Nih die Betawi dan Segala Bentuk Ekspresi Keseniannya (Bagian II)


Baca Juga  Nih die Betawi dan Segala Bentuk Ekspresi Keseniannya (Bagian I)
 
Kesenian Betawi telah ada sejak orang Betawi ada. Ragam ekspresinya bermacam-macam. Ada teater, tari, bahasa dan sastra, cerita rakyat, nyanyian, permainan, masakan, pakaian, dan lain-lain. Selama masih ada orang Betawi, ragam ekspresi kesenian itu tetap hidup. Karena tidak ada masyarakat yang benar-benar terlepas dari keseniannya.

Awalnya kesenian Betawi tumbuh dan berkembang di komunitasnya saja. Kepesatan laju pertumbuhan kota Jakarta, berdampak besar bagi kesenian Betawi. Kesenian Betawi kian berkembang dan menjadi populer serta mampu bersaing dengan kesenian modern.

Lenong
Lenong kesenian tradisional Betawi. Lenong teater tradisional Betawi. Lenong mulai berkembang  akhir abad ke-19. Sebelumnya masyarakat mengenal komedi stambul dan teater bangsawan. Komedi stambul dan teater bangsawan dimainkan oleh bermacam suku bangsa dengan menggunakan bahasa Melayu. Orang Betawi meniru pertunjukan itu. Hasil pertunjukan mereka kemudian disebut lenong.

Hampir di semua wilayah Jakarta ada perkumpulan atau grup lenong. Bahkan banyak pula perkumpulan lenong di wilayah Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Pertunjukan lenong biasanya untuk memeriahkan pesta. Dahulu lenong sering ngamen. Pertunjukan ngamen ini dilakukan bukan untuk memeriahkan pesta tetapi untuk memperoleh uang. Penonton yang menyaksikan pertunjukan akan dimintai uang.

Pertunjukan lenong diiringi oleh gambang kromong. Maka gambang kromong disebut sebagai orkes pengiring. Gambang kromong dipengaruhi oleh unsur alat musik Cina. Alat musik itu antara lain : tehyan, kongahyan, dan sukong. Selebihnya alat musik berasal dari Betawi yaitu : gambang, kromong, kendang, gong, kempor, ningnong, dan kecrek. Kuatnya unsur Cina ini, karena dahulu orkes gambang kromong dibina dan dikembangkan oleh masyarakat keturunan Cina.

Dalam mengiringi pertunjukan lenong, orkes gambang kromong mengenal dua jenis lagu. Lagu dalem dan lagu sayur. Lagu dalem dapat disebut jenis lagu klasik yang sangat sulit dinyanyikan. Lagu sayur lagu gambang kromong masa kini atau lagu gambang kromong modern. Ada empat macam jenis lagu sayur, yaitu : stambul, jali-jali, cente manis, dan persi. Di antara empat jenis lagu sayur, stambul lebih sering dimainkan. Stambul lebih pas untuk mengiringi dan mengisi perasaan sedih, gembira, kecewa, dan lain-lain.

Dalam pertunjukannya lenong menggunakan panggung berbentuk tapal kuda. Panggung ditata dengan baik dengan menggunakan dekorasi yang disebut seben. Seben terdiri dari beberapa layar selebar 3 × 5 meter yang bergambar macam-macam corak. Pemain lenong disebut panjak dan ronggeng. Panjak artinya pemain laki-laki. Ronggeng pemain perempuan. Jumlah pemain lenong tidak terbatas.

Pertunjukan lenong dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama pembukaan. Bagian pembukaan ini berfungsi sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada pertunjukan lenong. Lagu-lagu yang dibawakan dalam pembukaan adalah lagu instrumentalia yang disebut phobin. Bagian kedua disebut hiburan. Bagian ini didominasi oleh lagu dan nyanyi. Bagian ketiga adalah lakon atau cerita yang dipertunjukkan. Ada dua jenis lenong, yaitu lenong denes dan lenong preman.

Lenong bukan cuma sekadar sarana hiburan dan rekreasi, tetapi juga sarana ekspresi perjuangan dan protes sosial. Lakonnya mengandung pesan moral, menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Hampir dalam semua lakonnya selalu muncul seorang yang berjiwa kesatria untuk membela rakyat kecil yang tertindas.

Awal tahun 1960-an, lenong nyaris punah.  Tetapi tahun 1970-an, lenong dibangkitkan kembali oleh tokoh lenong, antara lain Djaduk Djajakusuma, Sumantri Sostrosuwondo, dan SM. Ardan. Dengan binaan tokoh lenong, grup-grup lenong mulai bangkit. Taman Ismail Marzuki (TIM) memberi kesempatan seluas-luasnya untuk pementasan lenong. Dari TIM lenong ditanggap juga di TVRI dan radio siaran swasta. Banyak pemain atau seniman lenong menjadi terkenal. Ada yang menjadi bintang film. Misalnya, Bu Siti, H. Tile, Naserin, Markum, Anen, M. Toha, dan beberapa seniman topeng, seperti  H. Nasir T, H. Bokir, Nirin, dan lain-lain kebagian berkah atas dientaskannya lenong.

Di jaman kebebasan media, khususnya media televisi, seniman non Betawi ikut mempopulerkan lenong. Bermunculanlah kemudian program tayangan televise yang sangat diminati pemirsa televisi, antara lain Lenong Rumpi (garapan Harry “Boim” De Fretes, dkk), Lenong BocaH, Ngelenong, dan sebagainya.

Lenong Denes
Lenong denes lenong menyajikan cerita-cerita kerajaan dalam pementasannya, antara lain : Indra Bangsawan, Jula-Juli Bintang Tujuh, Danur Wulan, dan cerita Cerita 1001 Malam. Lenong memainkan cerita kerajaan, karena itu busana yang kepakai oleh tokoh-tokohnya sangat gemerlapan, seperti halnya raja, bangsawan, pangeran, putri, hulubalang. Kata denes (dinas) yang dimaksud merujuk pada cerita dan busana yang dipakai, yaitu pakaian dinas kerajaan. Maksudnya untuk menyebut orang-orang yang berkedudukan tinggi, orang pangkat-pangkat atau orang-orang yang dinas.

Pementasan lenong denes menggunakan bahasa Melayu tinggi. Contoh kata-kata yang sering digunakan antara lain : tuanku, baginda, kakanda, adinda, beliau, daulat tuanku, syahdan, hamba.  Dialog dalam lenong denes sebagian besar dinyanyikan. Dengan cerita kerajaan dan berbahasa Melayu tinggi, para pemain lenong denes tidak leluasa untuk melakukan humor. Agar pertunjukan bisa lucu, maka ditampilkan tokoh dayang atau khadam (pembantu) yang menggunakan bahasa Betawi. Adegan-adegan perkelahian dalam lenong denes tidak menampilkan silat, tetapi tinju, gulat, dan maen anggar (pedang).

Lenong denes biasa bermain di atas panggung berukuran 5 x 7 meter. Panggung ini didekor dengan baik. Penggunaan dekor atau seben untuk menyatakan susunan adegan-adegan. Misal ada dekor singgasana, taman sari, hutan, dan sebagainya. Musik pengiring lenong denes adalah gambang kromong. Dalam adegan perkelahian alat musik pengiringnya ditambah dengan tambur.

Lenong Preman
Lenong preman kebalikan dari lenong denes. Lenong preman membawakan cerita drama rumah tangga sehari-hari. Lenong preman disebut juga lenong jago. Disebut demikian kerena cerita yang dibawakan umumnya kisah para jagoan. Kisah para jagoan itu antara lain : Si Pitung, Jampang Jago Betawi, Mirah Dari Marunda, Si Gobang, Pendekar Sambuk Wasiat, Sabeni Jago Tenabang,  dan lain-lain. Dengan begitu diketahui cerita tentang kepahlawanan dan kriminal menjadi tema utama lakon lenong.

Lenong preman menggunakan bahasa Betawi dalam pementasannya. Dengan menggunakan bahasa Betawi, terjadi keakraban antara pemain dan penonton. Banyak penonton yang memberi respon spontan dan pemain menanggapi. Terjadilah  komunikasi yang akrab antara pemain dan penonton. Dialog dalam lakon lenong umumnya bersifat polos dan spontan. Sehingga menimbulkan kesan kasar, terlalu spontas dan bahkan porno. Karena cerita yang dibawakan masalah sehari-hari, kostum/pakaian yang  digunakan adalah pakaian sehari-hari.

Lenong preman banyak menampilkan adegan laga atau action. Pada umumnya para pemain lenong preman mahir bermain silat.  Silat dalam bahasa Betawi disebut maen pukulan. Aliran silat yang umumnya dikuasai oleh pemain lenong preman adalah Beksi. Ada juga yang menguasai aliran Beksi, Cimande, Cikalong, Kelabang Nyebrang, Cingkrik, dll. Selain adegan silat,  adegan humor banyak ditampilkan. Semua pemain dapat berimprovisasi menampilkan humor. Maka sepanjang pertunjukan lenong preman penuh dengan humor.

Topeng
Topeng dalam bahasa Betawi mempunyai beberapa arti. Pertama berarti kedok penutup wajah. Kedua berarti teater dan pertunjukan. Ketiga berarti primadona atau penari. Topeng yang dibahas di sini topeng dalam pengertian teater tradisional atau teater rakyat Betawi.

Teater topeng Betawi mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Daerah pertumbuhan topeng di pinggiran Jakarta. Karena tumbuhnya di pinggiran Jakarta, topeng dipengaruhi oleh kesenian Sunda. Saat itu masyarakat mengenal topeng melalui pertunjukan ngamen keliling kampung. Ada yang berpendapat topeng Betawi berasal dari kesenian ubrug. Pendapat itu masih perlu diperdebatkan. Dahulu ubrug dan topeng Betawi hidup secara damai.

Pada awalnya pementasan atau pertunjukan topeng tidak menggunakan panggung. Topeng mengadakan pentas di tanah. Bila perkumpulan topeng mengadakan pementasan, properti yang digunakan hanya lampu minyak bercabang tiga dan gerobak kostum  diletakkan di tengah arena. Dengan kondisi itu pemain dan penonton tidak dibatasi dengan tirai atau dekor apapun. Pergantian adegan dilakukan dengan mengitari colen.

Tahun 1970-an pertunjukan topeng sudah dilakukan di atas panggung. Alat penerangnya bukan lagi colen, tetapi lampu petromaks atau listrik. Di panggung dipasang layar polos ditambah properti lain berupa sebuah meja dengan dua buah kursi.

Pertunjukan topeng diiringi oleh musik yang disebut tabuhan topeng. Tabuhan topeng terdiri dari rebab, kromong tiga, gendang besar, kulanter, kempul, kecrek, dan gong buyung. Lagu yang dimainkan lagu Sunda Gunung namun khas daerah pinggir Jakarta. Nama lagunya antara lain : Kang Aji, Sulamjana, Lambangsari, Enjot-enjotan, Ngelontang, Glenderan, Gojing, Sekoci, Oncom Lele, Buah Kaung, Rembati, Lipet Gandes, Ucing-Ucingan, Gegot, Gapleh, Karantangan, Bombang, dan lain-lain.

Pertunjukan topeng biasanya diadakan sehubungan dengan pesta perkawinan, hitanan, dan nazar. Pertunjukan yang dimaksudkan membayar nazar ditandai dengan upacara ketupat lepas. Ada upacara yang harus dikerjakan sebelum pementasan topeng. Upacara ini bertujuan agar pertunjukan selamat dan agar alam tidak marah yang dapat membinasakan manusia.

Pertunjukan topeng Betawi berjalan semalam suntuk. Pertunjukan dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama pra-lakon. Bagian kedua lakon atau cerita inti. Bagian ketiga Jantuk. Pra-lakon dimulai setelah shalat Isya dengan menampilkan lagu instrumentalia. Instrumentalia ini disebut Arang-Arangan dan Tetalu yang berfungsi mengumpulkan penonton. Setelah instrumentalia dilanjutkan dengan tari Topeng Kedok atau Topeng Tunggal. Selanjutnya wanita  berbusana gemerlap dan indah. Bodor dimainkan seorang pria dengan busana sederhana namun kelihatan lucu. Pasangan yang kontras ini manari, menyanyi, dan melawak.

Lakon atau cerita inti dimulai hampir tengah malam. Jika lakon yang dibawakan pendek, dalam satu malam dimainkan dua atau tiga lakon. Jika lakon panjang, hanya satu lakon. Lakon panjang antara lain berjudul : Bapak Sarkawi, Jurjana, Mandor Dul Salam, Pendekar Kucing Item, Tuan Tanah Kedaung, Lurah Barni dari Rawa Kalong, Lurah Murja, Rojali Anemer Kodok, Asan Usin, Daan Dain, Waru Doyong, Aki-Aki Ganjen, dan sebagainya. Ciri khas lakon itu mengisahkan tokoh-tokoh yang akrab dan dikenal masyarakat. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa Betawi pinggir atau disebut juga bahasa Betawi Ora.

Setelah lakon inti selesai,bagian penutup dimulai. Bagian ini berisi lakon Bapak Jantuk. Lakon Bapak Jantuk berlangsung sampai datangnya waktu subuh. Lakon Bapak Jantuk dimainkan oleh pemeran Bapak Jantuk, Mak Jantuk, dan anak mereka yang berupa boneka yaitu Si Jantuk. Tokoh lain yaitu mertua Jantuk yang biasanya dimainkan oleh pemusik paling senior sambil tetap duduk. Bapak Jantuk berkedok hitam dengan muka sembab, dahi menonjol.

Cerita Bapak Jantuk berkisar sekitar Pak Jantuk yang gembira sambil menimang anaknya. Kegembiraan Bapak Jantuk terhenti ketika ia mencari lauk kesukaannya, totok ikan peda, hilang dimakan kucing. Bapak Jantuk marah kepada istrinya, Mak Jantuk. Mak Jantuk tidak menerima perlakuan Bapak Jantuk. Mereka bertengkar. Puncak pertengkaran Bapak Jantuk menceraikan Mak Jantuk.

Hidup sebagai duda membuat Bapak Jantuk sadar. Atas saran mertuanya, Bapak Jantuk mengajak rujuk Mak Jantuk. Mak Jantuk juga bersedia rujuk. Akhirnya keluarga Jantuk rukun kembali.

Inti cerita Bapak Jantuk adalah nasehat berkeluarga. Jangan membesar-besarkan masalah kecil. Jangan terlalu cepat mengambil keputusan yang akhirnya merugikan. Persoalah harus diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Nasehat itu disampaikan dengan sederhana dan penuh humor.

Dalam perkembangannya, topeng tidak lagi main semalam suntuk. Keterbatasan waktu menyebabkan bagian pra-lakon dan bagian Bapak Jantuk tidak dimainkan. Akibatnya saat ini tidak ada seniman topeng yang mampu membawakan tokoh Bapak Jantuk dengan baik. Kondisi ini cukup menghawatirkan bagi kelangsungan hidup Bapak Jantuk.

Tokoh yang pernah mengembangkan teater topeng adalah : Bapak Jiun (Cisalak), Bapak Kumpul (Pekayon), Bapak Kecil (Cijantung), H. Bokir (Topeng Setia Warga), H. Dalih (Topeng Kinang Putra), dan H. Kisam (Sanggar Ratnasari). Ronggeng topeng paling termasyhur masa lalu adalah Mak Kinang, Mak Minah. Gnerasi terkini yang terus mengemangkan topeng Betawi, antara lain Kartini Kisam, Entong Sukirman, Suprihatin, Samsudin, Nomir, Andi Kubil, Sabar Bokir, Caswanah, Tatang Suhenda, Mastur, Omaswati, Karsa, dan lain-lain.


Topeng Blantek

Kelahiran blantek belum diketahui dengan pasti. Tetapi tahun 1930-an, Nasir Boyo, pimpinan blantek dari Cijantung, sudah mulai bermain. Menurut SM. Ardan munculnya blantek dari keisengan bocah angon. Bocah angon yang sedang istirahat iseng-iseng main topeng. Sundung tempat rumput dijadikan pagar pemisah penonton dan pemain. Dalam permainan itu bocah angon mengiringinya dengan tabuhan yang ada di sekitar mereka. Ada yang menabuh kaleng bekas. Ada yang memukul parang. Ada yang memukul batu, dan sebagainya. Bunyi pukulan itu blentang blantek. Lahirlah istilah topeng blantek.

Blantek awalnya diakui sebagai teater topeng tingkat pemula. Di kalangan seniman topeng, jika ada pemain topeng yang bermain jelek, diejek dengan menyebutnya sebagai pemain topeng blantek.

Seniman blantek tidak kecil hati. Perkumpulan blantek pun bermunculan, di Ciseeng, Citayam, Bojong Gede, dan Pondok Rajeg. Pada perkembangannya, blantek memiliki identitas sendiri. Musik pengiringnya rebana biang. Di awal pertunjukan dibawakan lagu-lagu zikir dan shalawat. Kreativitas mereka berkembang dengan menampilkan tari blenggo, pencak silat, dan sulap gedebus atau laes. Pertunjukan blantek merupakan campuran antara tari, nyanyi, guyonan, dan lakon.

Pertunjukan blantek sangat sederhana dan tanpa dekorasi. Beberapa hal tidak dapat lepas dari pengaruh topeng dan lenong.  Beberapa lakon blantek diambil dari topeng dan lenong. Lakon blantek yang diambil dari lenong antara lain : Udrayaka, Jaka Sondang, Jampang Mayangsari, Si Pitung, Nyai Dasima, dan sebagainya. Lakon yang diambil dari topeng antara lain : Jurjana, Mandor Dul Salam, Tuan Tanah Kedaung, Pendekar Kucing Item, dan sebagainya. Meski begitu ada lakon asli blantek, seperti  Kramat Pondok Rajeg, Kembar Empat, Ahmad Muhammad, dan Prabu Zulkarnaen. Pada pertunjukan semalam suntuk, blantek juga menampilkan lakon Bapak Jantuk.

Perkembangan kesenian blantek tidak menggembirakan. Blantek hanya tumbuh dan berkembang di wilayah sekitar Bogor, khususnya di kampung Bojong Gede, Pondok Rajeg, Citayam, dan Ciseeng. Regenerasi tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

Sejak tahun 1950-an aktivitas blantek vakum. Tahun 1976 Pemda DKI Jakarta mulai menggali kembali blantek. Tahun 1979 diadakan lokakarya dan festival blantek. Kegiatan festival blantek dilaksanakan kembali tahun 1994 dan 1997. Festival dimaksudkan untuk regenerasi, dorongan moril, motivasi berkreasi, dan perluasan persebaran blantek. Namun kegiatan-kegiatan itu tidak mencapai target.

Saat ini hanya ada beberapa grup blantek yang bertahan, yakni Blantek si Barkah dan Balantek Nasir Mupid dari Petukangan.  Grup ini pun kurang aktif. Grup atau sanggar Topeng Blantek Pangker, Jakarta Barat, pimpinan Marhasan, berusaha bertahan di tengah serbuan seni popular yang membahana.

Jipeng

Jipeng
Di wilayah pinggiran Jakarta, banyak ragam kesenian lahir. Ada seniman kreatif yang mencoba menggabungkan dua jenis kesenian menjadi satu. Misalnya kesenian teater topeng diiringi dengan musik tanjidor. Lahirlah bentuk kesenian yang disebut Jipeng. Jipeng berarti akronim dari kata tanji dan topeng.

Sebagi kesenian perpaduan, tata cara pergelaran Jipeng tidak berbeda dengan pergelaran topeng. Bedanya pada awal pertunjukan dan kostum. Kostum yang digunakan pemain Jipeng lebih sederhana. Untuk penarinya, Jipeng cukup memakai kebaya, kain panjang, dan selendang panjang yang diikatkan di pinggang. Topeng diawali dengan lagu arang-arangan atau enjot-enjotan, Jipeng diawali dengan lagu-lagu mars dan was (wals) khas tanjidor. Lagu-lagu Jipeng antara lain : Kramton, Bataliyon, Was Taktak dan sebagainya, sebagaimana layaknya lagu-lagu tanjidor. Orkes tanjidor juga sama baiknya jika membawakan lagu-lagu topeng, seperti lagu Kang Aji, Sulamjana, Buah Kawung, dan lain-lain.

Tema dan cerita yang dibawakan Jipeng tidak banyak berbeda dengan topeng. Cerita berkisar pada kebaikan/kebanaran pasti dapat mengalahkan kejahatan. Selalu ditampilkan sosok tokoh kesatria, yang melawan kesewenangan penjajah atau tuan tanah. Sering pula Jipeng membawakan cerita babad dan legenda. Misalnya Babad Bogor, Sultan Majapahit, Prabu Siliwangi, dan lain-lain.

Dalam pertunjukan, Jipeng juga mementingkan banyolan. Jika pementasan semalam suntuk, kadang-kadang peran perempuan dibawakan oleh pria. Ini maksudnya agar pertunjukan lebih meriah.


Jinong
Proses kelahiran Jinong sama dengan lahirnya Jipeng. Jinong akronim dari kata tanji dan lenong. Pertunjukan lenong preman dengan iringan musik tanjidor disebut Jinong. Jinong, pada masanya, berdiri sendiri sebagai teater rakyat. Tokoh-tokoh masa lalu yang pernah mempopulerkan Jinong antara lain : Bapak Warta dan Bapak Nyaat (Cijantung), Bapak Orok (Pondok Rajeg), Bapak Liang (Parung).

Jinong sering ditanggap memeriahkan hajatan. Biasanya Jinong sudah mulai memainkan musiknya pada pukul 09.00 pagi sampai menjelang magrib. Musik ini berfungsi sebagai pemberitahuan akan ada pertunjukan Jinong. Pertunjukan Jinong dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama penyajian musik dan nyanyian. Tahap kedua penyajian musik dan tarian. Tahap ketiga menyajian lakon.

Lakon yang dibawakan Jinong biasanya sama dengan lakon yang dibawakan lenong. Lakon-lakon Si Jampang, Si Pitung, Si Angkri Jago Pasar Ikan, menjadi primadona dalam pertunjukan Jinong (Bersambung).













Oleh Yahya Andi Saputra
(Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Nih die Betawi dan Segala Bentuk Ekspresi Keseniannya (Bagian II)"

Posting Komentar