@KongRidwanSaidi : Potensi Sepakbola Indonesia Cukup Bagus dan Ditunjang Oleh Jaringan Penggemar yang Fanatik

JP II dalam kolom ini mengacu kepada era, bukan pada tahapan perencanaan pengembangan persepakbolaan nasional.

 
Terus terang, sebagai peminat sepakbola, saya awam belaka tentang hal ini, karena informasi yang terkait agak langka. Tapi, terlepas dari isinya, di zaman PSSI pimpinan Bardosono pertengahan tahun 1970-an pernah diterbitkan buku perencanaan pengembangan persepakbolaan nasional yang oleh penggagasnya, ya Bardosono itu, dinamakan sebagai GBHS, Garis-garis Besar Haluan Sepakbola.

Pola dan gaya persepakbolaan kita pun dinamakan sebagai "Sepakbola Pancasila". Tapi, belum sempat gagasan ini diimplementasikan, Bardosono sudah harus turun dari tampuk pimpinan PSSI.

Pada masa Bardosono ini boleh dikatakan persepakbolaan nasional kita memang tidak terlalu menggembirakan perkembangannya. Bahkan kian menunjukkan kekasaran yang tidak jarang ditindaklanjuti dengan perkelahian.

Primarera

Akhir-akhir ini tampaknya ada perubahan manajemen PSSI yang menarik untuk disimak.

Keterlibatan PSSI yunior dalam Primavera, kompetisi untuk tim-tim remaja Italia, patut dicatat sebagai usaha yang efisien, karena partisipasi tersebut telah menjadi leverage factor bagi upaya mendorong dan menghela kualitas pemain muda.

Mungkin juga faktor menurunnya selera pecinta sepakbola yang nyaris menggapai titik nol pada gilirannya merupakan tenaga pukulan balik yang melecut kesadaran manajemen dan seluruh mereka yang terlibat dalam pembinaan sepakbola nasional.

Bagi siapa yang dalam waktu yang cukup lama tidak menonton sepakbola lokal, pastilah terperanjat melihat peningkatan sepakbola kita ditilik dari jalannya kompetisi dua tahunan Divisi Utama yang berlangsung 8-17 April ini.

Ke-8 tim bermain dengan efisien. Ada peningkatan ball skill rata-rata pemain. Strikers memiliki power yang kuat dalam tendangan jarak jauh. Dan, sejauh ini, mereka memperlihatkan permainan bersih. Belum ada yang baku hantam.

Yang juga tampak menarik, bola silih berganti bergulir. Atau melayang, di depan gawang, paling sedikit di kawasan penalti. Inilah kemajuan yang patut dicatat dari generasi Agus Suprianto. Tiap ini pun kini mempunyai "bintang" sekelas Agus.

Sebagai perbandingan, di zaman jayanya Adjat Sudrajat (Persib), ia dapat dibilang sebagai "primadona-nya Divisi Utama. Tim lain tak punya "Adjat". Dan jangan lupa, di zaman generasi Adjat sang bola lebih banyak berputar-putar di tengah lapangan. Bola dimainkan dengan tidak efisien, sebentar-sebentar "out".

Permainan "Indoor"

Lima kota besar, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Ujungpandang, sejak zaman Hindia Belanda mendominasi persepakbolaan nasional.

Maklum, sepakbola tergolong show-biz. Artinya, musti ada karcis yang dijual, dan ada sponsor. Sekali-sekali memang muncul tim bagus dari Banda Aceh, Padang, atau Jayapura (seperti dalam kompetisi ini muncul Gresik dan Rembang), namun tim dari kelima kota besar itu tetap akan diperhitungkan.

Mengingat unsur show-biz tadi, sepakbola hanya mungkin berkembang di kelima kota tersebut. Namun ancaman juga datang dari kota besar. Demam NBA (bola basket) sebagai permainan indoor justru melanda kota besar lebih dahulu.

Modernisasi kota melahap lahan, dan permainan outdoor, kecuali golf, terancam eksistensinya. Gejala ini berbeda dengan di Amerika Serikat sendiri. Di sana permainan indoor tetap disukai, tetapi soccer (yaitu sepakbola seperti yang kita kenal di sini) juga makin luas jaringan peminat dan pecintanya.

Para pembina sepakbola tanah air hendaknya dapat mengantisipasi gejala penyusutan lahan itu, yang membawa dampak terancamnya eksistensi permainan sepakbola di kota besar.

Atau, manajemen sepakbola nasional mengalihkan titik berat pembinaannya pada tim-tim kota kecil seperti Gresik dan Rembang. Tapi, tentu saja tidak terlalu mudah untuk menggaet sponsor ke kota kecil. Artinya, dana nasional yang lebih banyak harus dikucurkan.

Peluang Persib

Dalam kompetisi Divisi Utama kali ini banyak pengamat yang menjagokan Persib.

Persib memang cukup produktif. Dalam tiga pertandingan mereka berhasil menyarangkan lima gol ke gawang lawan. Pertahanannya cukup rapi, terbukti hanya sekali kebobolan.

Kualitas Persija, Persebaya, dan PSM pun tidak kalah dengan Persib dan PSMS. Kelima tim memang berada dalam "kelas" yang sama. Hanya saja di semi-final nanti peran strategi dan taktik tentunya harus lebih banyak diperhatikan oieh masing-masing manajer.

Persoalan kita sekarang memang bagaimana membina manajer-manajer sepakbola. Sekaligus menertibkan unsur-unsur yang tidak kompeten agar tidak campur tangan dalam menyusun kesebelasan, dan penerapan pola dan strategi permainan. Sudah tiba saatnya untuk memberi kewenangan yang independen kepada manajer/pelatih.

Selaku peminat sepakbola, tentu saja kita ingin melihat pemain-pemain berbakat seperti Yudi Guntara (Persib), Edwin Daud (PSMS), Agus Winarno (Persebaya) berkembang paling sedikit sampai pada tingkat regional Asia. Dan pemain-pemain seperti ini jangan sampai menjadi korban kesalahan manajemen.

Potensi Indonesia

Potensi sepakbola Indonesia cukup bagus dan ditunjang oleh jaringan penggemar yang fanatik.

Meski TV menayangkan sejumlah pertandingan dalam kompetisi ini, tetap saja penonton membanjiri stadion. Konon panitia boleh bernapas lega karena lancarnya pemasukan uang karcis.

Tentu saja amat menyedihkan kalau sampai dengan sejauh ini sepakbola kita belum bisa berbicara di forum regional sekalipun. Padahal peran sepakbola semakin penting dalam percaturan hubungan internasional. Kalau tidak, niscaya Amerika Serikat tidak akan mengguyurkan dana jutaan dolar demi merebut peluang sebagai tuan rumah Piala Dunia 1994.

Memang kini tidak mudah bagi kita untuk mendapat tempat utama di peringkat Asia, mengingat negara-negara Asia yang ekonominya mencuat seperti Korea Selatan, negara-negara GCC (Gulf Cooperation Country), Malaysia, dan yang terakhir Jepang, kian memacu kemampuannya dalam bidang sepakbola.

Puluhan pemain asing sejak beberapa tahun terakhir terlibat dalam kompetisi sepakbola Jepang. Sementara itu pelatih-pelatih terkemuka banyak yang beroperasi di negara GCC.

Apa pun given factor yang ada, kita tidak boleh terus berdiam diri. Dalam PJP II pembinaan persepakbolaan nasional harus dirancang secara lebih matang. Sejauh ini, perkembangan dalam kompetisi Divisi Utama merupakan indikator yang menggembirakan bagi perkembangan sepakbola nasional di kemudian hari.

(Penulis: Ridwan Saidi)
Sumber : BOLA Edisi No. 528/Minggu Kedua April 1994

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "@KongRidwanSaidi : Potensi Sepakbola Indonesia Cukup Bagus dan Ditunjang Oleh Jaringan Penggemar yang Fanatik"

Posting Komentar