Peningkatan Apresiasi Seni Pertunjukan Betawi Bagi Pelajar di Jakarta


Pertengahan hingga akhir Agustus 2014, Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PM), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Peningkatan Apresiasi Seni Pertunjukan Bagi Pelajar”. Pertunjukan yang digelar di lima Gelanggang Remaja (Utara, Timur, Pusat, Barat, dan Selatan), ini merupakan hasil kreativitas atau olahan para pelajar mulai tingkat sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA) yang telah mengikuti workshop atau pelatihan kesenian.

Acara yang dimaksudkan untuk meningkatkan apresiasi seni, khususnya seni pertunjukan sejak usia dini dan menciptakan sinergi antara guru pembina seni dengan pelajar dalam meningkatkan minat dan motivasi serta mengembangkan kreativitas terhadap seni khas Betawi, diikuti tidak kurang dari 121 utusan dari berbagai sekolah di DKI Jakarta. Ke 121 peserta ini mengikuti workshop karya pertunjukan, yang meliputi empat cabang seni yang terdiri dari tari, vokal, musik, dan teater. Workshop dilaksanakan pada 16 Juni 2014 di Gedung Miss Tjitjih, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Empat praktisi seni menjadi narasumber, yakni Oleg Sanchabakhtiar (praktisi di bidang seni visual dan juga konseptor kreatif), Madin Tyasawan (anggota DKJ dan akademisi seni teater), Yahya Andi Saputra (akademisi dan budayawan Betawi), dan Ane Matahari (pembina penyanyi jalanan, pratisi seni musik). Pada workshop yang berlangsung seharian itu, antusiasme para peserta sangat tinggi, sehingga harus dibuka beberapa sesi tambahan untuk tanya-jawab antara peserta dan narasumber.

Naskah Pertunjukan

Setelah peserta workshop menerima masukan dari narasumber, mereka diminta membuat naskah atau konsep seni pentunjukan yang mengkombinasikan unsur tari, musik, vokal, dan teater. Tidak kurang dari 120-an naskah atau konsep seni pertunjukan masuk ke meja panitia. Naskah itu kemudian diseleksi dan dinilai oleh tim juri yang terdiri atas Happy Pretty (pratisi seni musik), Ireng Halimun (praktisi seni pertunjukan, akademisi), dan Entong Sukirman (praktisi seni tari).

Setelah melalui penilaian yang ketat, tim juri memutuskan masing-masing tiga sekolah dari tiap kotamadya yang mendapat kesempatan mementaskan naskahnya. Mereka antara lain : SD 01 Pejagalan, Jakarta Utara (Judul Jakarta Oh Jakarta); SMA 92 Jl. Komplek Pemadam Kebakaran No. 10 Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara (Judul Hikayat setu babakan); SMA 83 Tipar Cakung, Sukapura Jakarta Utara (Judul Nyai Dasima Samiun); SD PB Sudirman, Jakarta Timur (Judul Anak Wayang); SMPN 09 Jakarta Timur (Judul Lenong); SMK 1 PKP JIS (Judul Blantek); SDN 05 Petojo Utara, Jakarta Pusat (Judul Kebaya Emak); SMP Swasta Taman Siswa, Jakarta Pusat (Judul Tujuh Belasan); SMAN 5 Jakarta Pusat (Judul Banda Warisan); SDN 05 Jelambar Baru, Jakarta Barat (Judul Tapak Tangan); SMPN 45 Jakarta Barat (Judul Bang Jali Cari Mantu); SMAN 101 Jakarta Barat (Judul Garuda Ku Terbang Tinggi); SDN 12 KLU Jakarta Selatan (Judul Ngarak Penganten Sunat); SMPN 267 Swadarma Raya, Jakarta Selatan (Judul Jampang Jadi Gubernur); dan SMAN 74 Jakarta Selatan (Judul Madu dan Racun).

Setelah diketahui naskah atau konsep seni pertunjukan dari sekolah mana saja yang mendapat nilai tingi, apresiasi ditingkatkan lagi dengan mementaskan naskah yang telah mereka buat. Pada tahap ini, ada empat hal yang menjadi acuan penilaian naskah yang dipentaskan, yaitu tafsir, harmoni, komunikatif, dan kreativitas. Tafsir, yakni kemampuan seluruh elemen pendukung menafsirkan secara teknis dan artistik dalam menyampaikan karyanya dan kemampuan menafsirkan dan mengimplementasikan tema ke dalam cerita yang ditampilkannya. Harmoni, yakni harmonisasi atau keselarasan antara ide cerita dengan garapan dan penyajian secara keseluruhan. Komunikatif, yaitu·kemampuan menyampaikan isi/makna garapan kepada publik serta kemampuan mendukung pementasan secara artistik maupun pesan tersampaikan. Kreativitas, meliputi kemampuan mengolah, mengekspresikan hal-hal sederhana menjadi artistik, kemampuan memberikan ruang imajinasi pendukung karya sehingga spontanitas dan kreativitasnya berkembang, serta kemampuan mengeksplorasi dan mengembangkan ide dan gagasan ke dalam gerak, bunyi-bunyian atau musik, teatrikal, serta mampu menciptakan suatu bentuk garapan baru dengan tetap bersumber pada kearifan lokal. Artinya keempat komponen itu menjadi ukuran bagi tim penilai atau pengamat agar nantinya dapat memberikan rekomendasi sekolah mana yang benar-benar layak diberi kesempatan berpentas pada acara-acara resmi Pemda DKI Jakarta.

Pementasan

Setelah dua bulan berlatih, ke 15 sekolah memperlihatkan kebolehannya dalam pementasan di atas panggung pertunjukan. Tiga sekolah di Jakarta Utara diberikan tempat pertunjukan di Gelanggang Remaja Jakarta Utara Jalan Laksamana Yos Sudarso No. 25 Jakarta Utara, pada tanggal 12 Agustus 2014. Tiga sekolah di Jakarta Timur tampil tanggal 14 Agustus 2014, di Gelanggang Remaja Jakarta Timur, Jl. Otto Iskandardinata Raya (Otista) No. 121 Jakarta Timur. Tiga sekolah di Jakarta Pusat diberi kesempatan berpentas tanggal 18 Agustus 2014, di Auditorium GOR KONI Jakarta Pusat, Jalan Tanah Abang 1, Kebon Jahe, Jakarta Pusat. Tiga sekolah di Jakarta Barat berpentas tanggal 20 Agustus 2014, di Auditorium GOR Jakbar, Jalan Semeru Raya No.1/54, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Tiga sekolah di Jakarta Selatan berpentas tanggal 25 Agustus 2014, di Auditorium GOR Jakarta Selatan, Jl. Bulungan No.1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pada pelaksanaan pertunjukan itu, terlihat sangat jelas antusiasme para pelajar Jakarta dalam mengekspresikan dirinya liwat pementasan kesenian. Hal ini tentu sangat menggembirakan apabila dikaitkan dengan maksud dan tujuan digelarnya program apresiasi ini. Maksud kegiatan ini untuk mewujudkan kepedulian dan tanggung jawab pemerintah dalam mengenalkan, melestarikan, dan pembinaan potensi seni budaya bagi pelajar. Sedangkan tujuannya meningkatkan apresiasi seni pertunjukan bagi pelajar yang bersumber pada seni kerakyatan, menciptakan iklim kebersamaan para pelajar untuk saling mengenal serta menumbuhkan pemahaman seni budaya lokal. Selain itu, juga untuk membangun jati diri dan integritas bangsa di kalangan pelajar serta menumbuhkan dan menciptakan ruang bagi berkembangnya ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya.

Ragam atau genre jenis kesenian yang dipilih dan tema kekinian dari cerita atau lakon yang disuguhkan memberi gambaran tersendiri bahwa pelajar Jakarta sedikit banyak telah memiliki pijakan atau basis pengetahuan cukup baik atas khazanah kesenian lokal (Betawi) dan problema sosial masyarakat Jakarta pada umumnya. Hal ini tentu dapat dijadikan dasar untuk lebih meningkatkan lagi program apresiasi kesenian kepada pelajar, sehingga pengalaman berkesenian pelajar sinambung dan kian berkembang kalitasnya.

Kesenian Betawi pada umumnya merupakan bentuk tontonan yang sangat akrab dengan publiknya. Karena keakrabannya itulah maka dengan mudah dapat dijadikan media atau sarana menyampaikan pesan mengenai moral dan pewarisan nilai-nilai luhur. Segala persoalan kemasyarakatan, misalnya gotong royong, keluarga berencana, kelestarian lingkungan hidup, kenakalan remaja/narkoba, gaya hidup modern, dan lain sebagainya, dapat dilontarkan melalui dialog-dialog yang terdapat dalam pertunjukannya. Pesan-pesan itu dapat diselipkan melalui tema, moral cerita, motif perbuatan seorang pelaku, reaksi seorang pelaku terhadap sebuah situasi dan lain-lain, yang secara harfiah tidak mengucapkan kata asli pesan dalam dialognya, namun maksudnya dapat ditangkap dengan jelas.

Untuk melakukan ini tidaklah mudah, namun bukan berarti terlalu sukar. Sukses atau tidaknya sebuah pertunjukan ditentukan oleh tiga hal pokok, yaitu naskah, sutradara, dan pemain. Penulis naskah yang baik, tentu kan menghasilkan naskah baik pula. Moral cerita yang hampir selalu terdapat dalam tiap lakon adalah kebenaran pada akhirnya akan menang atas kebatilan. Moral cerita seperti ini akan dapat menghasilkan seribu satu tema lakon yang pasti tak akan bertentangan dengan hak azasi, hukum, adat istiadat dan falsafah hidup bangsa. Dengan kata lain bahwa hampir setiap lakon dalam kesenian Betawi memungkinkan untuk diolah menjadi pesan melalui jalur-jalur lakon atau urutan cerita yang lazim. Melalui bagian-bagian setiap adegan secara luwes dapat disampaikan pesan-pesan kebaikan yang disisipkan melalui kerangka dialog. Bertolak dari naskah yang baik, pokok kedua adalah Sutradara, yang dalam kesenian Betawi, khususnya teater tradisional Betawi dijabat oleh pimpinan sanggar atau seniman paling  senior (namun dalam kasus apresiasi ini sutradara dipercayakan kepada guru seni budaya atau pembina ekstra kurikuler). Sutradaralah yang menjabarkan dalam bahasa dan cara mereka terhadap para pelakon sejauh mana peranan dan partisipasi masing-masing dalam lakon. Pokok ketiga adalah para pelaku lakon atau pemain, yang mempunyai peranan terbesar untuk menentukan apakah sebuah pesan yang dibebankan kepada mereka dan berhasil sampai kepada penonton tanpa mengganggu kewajaran cerita dan pertunjukan.

Rekomendasi

Rekomendasi yang dimaksud ditujukan kepada pelajar dan pemerintah daerah. Pementasan yang digelar oleh pelajar dari lima wilayah kotamadya DKI Jakarta pada umumnya telah memenuhi syarat sebagai sebah pertunjukan. Memang kepekaan terhadap potensi kewilayahan semestinya mendapat prioritas utama. Misalnya, sebagaimana diketahui bahwa wilayah kotamadya Jakarta Utara cukup besar potensi folklorenya. Bagi pengamat, penampilan SMA 92, Semper Barat Cilincing, Jakarta Utara, yang mengambil lakon “Hikayat Setu Babakan” agak kurang sesuai karena Setu Babakan teretak di Jakarta Selatan.  Bukankah seharusnya sekolah-sekolah yang berdomisili di Jakarta Utara mengeksplorasi potensi wilayahnya. Amat banyak folklore yang dapat digali dan dijadikan naskah cerita, misalnya di Marunda, Ancol, Kampung Tugu, dan sebagainya. Begitu pula hendaknya wilayah kotamadya lainnya menentukan pilihan naskahnya, lebih mengeksplor potensi wilayahnya.

Program apresiasi seperti ini masih sangat dibutuhkan oleh pelajar Jakarta, khususnya kepada anak usia dini. Oleh sebab itu, kami rekomendasikan untuk tahun-tahun yang akan datang, wajib diselengarakankan sampai benar-benar minat pelajar terhadap kesenian tradisional tumbuh dan mereka bangga terhadap kesenian miliknya. Pemerintah harus mempunyai idealisme utuh dan pemahaman utuh, bahwa kegagalan membina generasi muda, berarti kegagalan pemerintah.

Dari pengamatan selama pertunjukan, ada beberapa sekolah yang menunjukan kualitas penggarapan pementasannya cukup baik. Untuk sekolah yang cukup baik ini, perlu diapresiasi atau diberikan penghargaan berupa kesempatan berpentas di agenda-agenda Pemda DKI Jakarta. Ada dua sekolah yang kami rekomendasikan agar diberi kesempatan berpentas pada acara resmi, yaitu SMK 1 PKP JIS, Jakarta Timur dan SMAN 74 Jakarta Selatan (RD/YAS).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peningkatan Apresiasi Seni Pertunjukan Betawi Bagi Pelajar di Jakarta"

Posting Komentar