Pejuang Betawi yang Masih Dilupakan oleh Sejarah | Oleh Mathar Muhammad


Setelah sekian hari ber-sms, H. Ridwan saidi meminta saya (juga dengan sms) agar datang ke rumahnya untuk ngobrolin Kebetawian yang semakin tidak jelas diacak-acak perjalanan sejarahnya. Rencana khususnya memang mau bahas persiapan peluncuran bukunya “SEJARAH JAKARTA & PERADABAN MELAYU BETAWI” yang terlambat turun cetak dan akibatnye peluncurannya mundur.

Kurang dikit jam 09, saya tiba dirumahnya dan terlihat H. Ridwan Saidi (saya kasih gelar Dato Lempeng atau tukang lempengin bengkok2 sejarah Betawi) sudah siap memuntahkan apa yang menggumpal dikepalanya. Benar saja, sambil sodorkan Koran Suara Betawi yang memuat catatan tengan 22 Juni 1527 bukan tanggal lahir Jakarta, saya langsung diberondong sual Fatahillah & 22 Juni 1527. Disini saya tidak ungkapkan lagi, karena sudah ada yang khusus mengurai masalah ini. Saya sampaikan pada Bang AJi, kalo sekarang ini banyak orang mau peduli pada pelurusan sejarah dan kebudayaan Betawi. Bukan saja dari kalangan seniman, budayawan muda tapi juga dari kalangan kampus yang melihat perlunya kajian mendalam tentang Betawi. Baik dari orang Betawi (secara etnologis) atau orang luar (Betawi secara gaul).

Saya mulai pembicaraan tentang sejarah perjuangan tokoh Betawi yang sulit dicatat perannya karena seolah tidak ada literatur khusus. Masalah 22 Juni yang masih muncul dalam pembicaraan pagi itu, saya kesampingkan. Gimana sih sebenarnya peran orang-orang Betawi dalam sejarah perlawanan terhadap Penjajah Belanda ? Hampir tanpa jeda, kecuali menghirup kopi dan menyalakan rokok, bang Aji semangat bercerita tentang tokoh pejuang Betawi. “Seperti ane sampein di sms-sms kemaren, itu tokoh-tokoh pejuang Betawi yang non formal. Mereka tokoh rakyat. Sayang kite seakan gak peduli” begitu bang aji mulain ceritanya.

Waktu Bung Karno Proklamirkan ini Republik 17 Agustus 1945 di Proklamasi 56, kan banyak orang-orang datang dengerin Bung Karno baca teks Proklamasi. Nah dari mana orang-orang itu ? Siape yang berperan menggiring orang-orang itu datang ? Saya pastikan itu orang Betawi. Mereka berasal dari Manggarai dan Senen. Kalo bukan peran intelejen yang dilakoni orang-orang Betawi, mana sebanyak itu orang hadir denger teks Proklamasi. Padahal banyak yang kecele, karena ada perubahan tempat. BM Diah saja, bersepeda sudah sampai Lapangan Ikada, baru tahu kemudian kalo Teks Proklamasi dibacakan di rumah Bung Karno di Pegangsaan 56. Biar gimane juga, pemberitahuan kepada orang-orang Senen dan Manggarai adalah gerakan perjuangan. Tapi memang kita tidak tahu tokoh-tokohnya siapa. Karena seperti pendahulu-pendahulunya, Orang Betawi tersebut gak mau nyohor. Mereka berjuang ikhlas-ikhlas saja, tidak seperti tokoh Betawi sekarang. Bahkan ada yang maksa disebut Tokoh Betawi. Saat itu, mereka yang berdagang di pasar Senen dan Manggarai, pagi-pagi sudah diberi tahu kalo Indonesia Merdeka dan akan dibacakan Proklamasi Kemerdekaan agak siang. Maka setelah mereka dagang, buru-buru datang ke Pegangsaan 56. Pada dasarnya kegembiraan karena merdeka juga bersyukur bisa mulai kehidupan Indonesia yang bebas dari penjajahan. Sementara Tokoh Betawi kembali dengan kegiatan-kegiatannya, hingga munculnya Clash I – II, mereka kembali bertempur melawan NICA. Karena keikhlasan mereka-lah maka kita sulit menemukan tokoh sejarah di era revolusi fisik ini. Memang ada yang disebut dan sudah dibukukan, tapi lebih banyak yang tidak tersebut.

Sebagai contoh, H. Ridwan Saidi bercerita tentang bapaknya. Di rumah dan saya sama sekali gak tahu kalau bapak saya terlibat dalam perjuangan fisik. Gak tahu di front mana dia bertempur. Saya tahu ketika ada anak seorang Pendeta PGI ketemu dan bilang “Pak Ridwan, bapak kan anak Pak Saidi. Dulu saya sering diajak bapak saya kerumah pak Ridwan. Kan bapaknya pak Ridwan rada tuli karena pernah kena pecahan mortir waktu jaman perjuangan”. Sungguh Ridwan Saidi gak tahu sama sekali bapaknya berjuang. Cuma ada benarnya saja, karena bapaknya kalo diajak bicara sering bilang “Haah..aah”. Itu kan tanda orang yang tidak mendengar dengan baik. Mungkin juga benar bapak saya kena pecahan mortir, kata Riduan Saidi pada Mathar Moehammad.

Bapaknya Ridwan Saidi adalah satu dari sekian banyak tokoh pejuang Betawi yang gak gila pangkat, gak gila hormat dan pengangkatan sebagaipejuang/pahlawan dan bahkan gak gila kedudukan maupun harta. Kayaknya Orang Betawi saat itu berjuang bahkan gak mau ketahuan sebagai pejuang. Kalo orang sekarang minta diangkat-angkat, ditokohkan dan kalo merasa berbuat terus diomongin ke-mana mana. Ridwan Saidi bilang “kita sinis lihat orang-orang Betawi yang minta di-tokoh tokohkan. Nonjol-nonjolin diri seolah berjuang untuk Betawi”

Pejuang Betawi yang cukup terkenal di era Revolusi Fisik adalah Ka Itjang. Dia lebih dahsyat dari Syafei, karena sendirian masuk Batalion X bawa granat. Dia ledakkan tangsi militer Belanda itu dan tertangkap. Dia dibawa ke CBZ (RSUP Cipto). Disitu baru Syafei tau Ka Itjang dirawat di CBZ dan dia berperan menculik pasien bernama Ka Itjang. Peristiwanya juga dengan membombardir untuk pengalihan. Selama ini keturunan Ka Itjang juga gak peduli sual kepahlawanan Ka Itjang yang ikhlas berjuang di Betawi ini. Ka Itjang gugur di Madiun ketika menumpas pemberontakan PKI tahun 1948. Itulah hebatnya pejuang Betawi.

Di Tenabang juga ada Nurdjanah, Srikandi atau Polisi Perempuan. Kita juga kehilangan jejak. Di Tenabang ada juga Derahman Jeni (Abdurrahman bin Muzeni) sebagai laskar pejuang front Tenabang. Murid murid Jago sebutannya. Kalo murid-murid Jam’an (Sawah Besar) ada dikenal Mat Deos (gak tahu kenapa disebut Deos). Ini Front Sawah Besar yang semua front dalam kendali Operasi Mayor Lukas yang diberi wewenang BKR di wilayah Jakarta-Bekasi. Jadi bisa dikatakan, Derahman Jeni, Mat Deos dan Mat Kriting adalah Pahlawan Betawi yang dilupakan. Sayang Mat Kriting jadi Kasdut karena kecewa pada keadaan.

Di Klender ada Mualim Darip yang mimpin front Klender. Di Bekasi dikenal Kyai Haji Nur Ali. Sebenarnya masih banyak lagi front-front perjuangan dari orang-orang Betawi, sayang tidak tercatat dengan apik, dan jadi kewajiban kita untuk menggalinya sebagai motivasi diri kaum Betawi untuk menghargai pejuang-pejuangnya. Setelah Clash I – II dan kembali kita berdaulat, orang-orang Betawi kembali dengan pekerjaannya, ada yang jadi buruh cetak, pedagang dan guru ngaji. Mereka tidak butuh penghargaan dan gak gila pangkat, maka sedikit yang terus jadi BKR-TKR-TNI. Salah satunya yang kite kenal menjadi TNI adalah Jenderal M. Sanif.

Orientasi keduniaan Orang Betawi rendah sekali, karena dulunya adalah orang-orang kaya. Gak seperti orang sekarang yang saban ada kesempatan maen sikat aja. Seperti Rama Ratu Jaya misalnya, dia biar pejuang kampung selalu bilang “Bagaimana bisa Belanda ada disini. Ini Negeri kita dari dulunya” Ini sebenarnya ocehan-ocehan kemerdekaan. Beda dengan MH Thamrin yang berjuang lewat parlemen. Bahkan sebelumnya M.Thahir, Ketua Boedi Oetomo Weltervreden, yang selalu menggunakan bahasa dan pepatah Betawi serta menuntut agar anak Betawi boleh sekolah di sekolah Belanda.

Disini kita setuju dengan pendapat Gus Dur yang mengkritik ilmu sejarah kita. Kata Gus Dur ” Sejarah tidak memberi peluang pada tokoh-tokoh rakyat, karena hanya mengangkat tokoh formal saja”. Maka sudah mesti kita sebagai generasi penerus perjuangan tokoh Betawi mengungkap dan mengangkat tokoh-tokoh rakyat yang berjuang melawan penjajahan Belanda hingga Clash I-II melawan NICA. Masalahnya siapa saja peduli dan tertarik menggali kesejarahantokoh-tokoh tersebut. Dalam hati saya, tentu sudah terpatri keinginan mengungkap kebenaran sejarah dan kesejarahan tokoh-tokoh pejuang. Hal ini akhirnya saya sampaikan pada H. Ridwan Saidi, dan dia berharap siap-siap saja gak popular dan tidak disukai tokoh-tokoh Betawi sekarang. Saya gak peduli, itu jawaban saya.

Sebagai ilustrasi memotivasi nilai kejuangan tokoh Betawi melawan penjajahan Belanda adalah ketika tokoh-tokoh rakyat ditakuti oleh Belanda. Kenapa Istana harus dipindah ke Bogor ? Karena mereka takut pada”ILMU” pejuang Betawi (karena memiliki ilmu tarekat yang tinggi). Pernah diceritakan, nyonya dan noni Belanda di Istana Jakarta, ketika sedang MENGACA, tiba-tiba cerminnya pecah dan mengeluarkan darah. Ini ditakuti Belanda dan mengakibatkan mereka pindah ke Bogor. Belanda makin benci kepada pejuang Betawi. Walaupun ada juga orang Betawi yang jadi antek Kumpeni Belanda, tapi kita tidak hirau, kita angkat perjuangan tokoh rakyat Betawi-nya saja.

Kita sebagai generasi penerus pejuang Betawi, sudah mulai mikir untuk mencari data agar bisa menempatkan tokoh-tokoh rakyat Betawi secara terhormat dalam panggung sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kita harus peduli mengangkat tokoh pejuang dari tanah Betawi. Orang seperti Rama Ratu Jaya, Bang Puwase, Si-Pitung, Cing Sairin, Cing Sa’dulle, Kalin Bapak Kayah, Guru Cit, Naipin, Jam’an, juga tokoh pejuang Betawi yang pikiran, perbuatan dan gerak hidupnya melawan penjajahan Belanda. Mereka sudah selayaknya ditetapkan sebagai Pahlawan, setidak-tidaknya orang Betawi harus tahu dan mau menjadikan mereka Pahlawan Pejuang Melawan Penjajah Belanda.

Jelasnya, kita bisa mengerti betapa semangat perlawanan tokoh-tokoh rakyat Betawi demikian hebat. Tentu saja jangan abaikan mereka dengan intelektualitas. Mereka adalah intelek. Si Pitung mana mungkin bisa kirim surat ketika dibui di Meester. Selain itu mereka adalah yang kuat agamanya dan merasa kemerdekaan adalah haknya, maka satu-satunya cara adalah dengan perlawanan. Mereka adalah tokoh-tokoh rakyatBetawi yang ikhlas dalam berjuang. Mereka gak gila pangkat dan kedudukan, gak gila penghormatan, gak juga kemaruk harta.

Semua yang saya obrolin dengan Ridwan Saidi adalah upaya mengenang mereka. Walau terlambat untuk ditulis, layaklah sebagai orang Betawi perlu mengingatkan khususnya pada Tokoh & Kaum Betawi untuk mencontoh Tokoh-tokoh rakyat Betawi yang berjuang dengan nyawa mereka dan generasi Betawi sekarang (tidak tahu) hanya menikmati hasil perjuangan mereka dengan kemerdekaan Indonesia. Bagi saya, ini adalah renungan terdalam untuk mengenang dan ingin terus menggali kehidupan mereka agar saya bisa menulis dalam catatan kesejarahan

Oleh Mathar Muhammad

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pejuang Betawi yang Masih Dilupakan oleh Sejarah | Oleh Mathar Muhammad"

Posting Komentar