[Nostalgia] Pecenongan Menjelang Abad ke-20 | Oleh Alwi Shahab

GoBetawi.com - Jas Merah! Begitu bung Karno mengingatkan kita, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, kali ini babeh Alwi akan berbagi kepada kite tentang kehidupan di daerah pecenongan menjelang abad ke-20, Selamat bernostalgia... :-)


Pecenongan Menjelang Abad ke-20
Tepatnya sekitar tahun 1880-an atau 120 tahun lalu. Sulit dipercaya daerah yang ketika itu sunyi senyap, dipenuhi pepohonan rimbun di kiri kanan dan belum diaspal itu adalah Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat. Sejak masa Inggris (1808- 1811), Raffles tidak memperbolehkan warga Betawi tinggal di kawasan Noordwijk (Jl Juanda) dan Risjwijk (Jl Veteran) serta Risjwijkstraat (Harmoni). Tapi, diperbolehkan tinggal di Pecenongan yang berdekatan dengan ketiga kawasan elite tersebut. Dan, kemudian Pecenongan menjadi daerah bisnis.
Pecenongan tahun 1870
 Di ujung selatan Jl Pecenongan, terletak kantor perusahaan mobil Astra. Sebelumnya, tempat itu merupakan toko buku dan percetakan milik Belanda, Van Dorp, dan setelah kemerdekaan diambil alih pemerintah RI. Di masa Belanda —sebelum berdirinya Gramedia dan Gunung Agung—Van Dorp merupakan toko buku terbaik di Jakarta. Sesudah dinasionalisasi, Van Dorp kehilangan pamor dan beralih fungsi jadi PT Astra.

Demikian pula, di Pecenongan ketika itu terdapat Percetakan Kolff & Co. Percetakan besar dengan ratusan pekerja warga Betawi ini, banyak menerbitkan buku bermutu dan mengalami nasib yang sama setelah dinasionalisasi. Kolff juga menerbitkan surat kabar terkenal dalam bahasa Belanda, Java Bode. Koran ini dilarang terbit setelah hubungan RIBelanda memburuk pada 1950-an.

Pada 1950-an, Pecenongan merupakan salah satu pusat perdagangan sepeda motor di Jakarta. Tapi, motor buatan Barat seperti Norton, Java, DKW, Triump, BSA, dan Fuch. Sepeda motor buatan Jepang belum diproduksi. Para pedagang motor sebagian besar warga Tasikmalaya. Kini, Pecenongan menjadi salah satu pusat show room jual beli mobil.

Di Jalan Pecenongan No 35, dulu merupakan kediaman tante Ditje (Sarah Thamrin), kakak mendiang pahlawan nasional kelahiran Betawi, Mohammad Husni Thamrin. Boleh dikata, detak kehidupan tidak pernah berhenti berdenyut di Pecenongan. Mulai sore hingga menjelang dini hari, puluhan pedagang membuka makanan Chinese Food.

Para pembelinya yang sebagian besar bermobil siap nongkrong menikmatinya. Di Krekot yang berdekatan dengan Pecenongan, terdapat penjual nasi uduk yang juga ramai didatangi pengunjung. Terdapat dua buah hotel berbintang di Pecenongan ‘Red Topp’ dan Hotel Imperium. Berbelok ke kiri dari Peconangan melalui Jl Juanda terdapat Jl Batutulis. Di sini, pernah tinggal H Abdul Manaf, kakek Gubernur DKI Fauzi Bowo, dari pihak ibu. H Abdul Manaf adalah tokoh NU sampai akhir hayatnya. Demikian pula dengan putranya, H Syah Manaf, dan mantan wagub DKI, Asmawi Manaf. Fauzi Bowo juga mengikuti jejak kakek dan kedua pamannya di organisasi keagamaan NU.

Oleh Alwi Shahab

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "[Nostalgia] Pecenongan Menjelang Abad ke-20 | Oleh Alwi Shahab"

Posting Komentar