[Tokoh Betawi] ABDURRAHMAN – Maestro Rebana Biang Khas Betawi | Oleh YahyaDesember61


GoBetawi.com - Abang-Mpok, Banyak seniman Betawi yang telah menghabiskan hidupnya untuk kesenian Betawi berjuang habis-habisan menjaga dan melestarikannya. Namun sayang, umumnya mereka adalah orang-orang tua yang kini tak banyak mengenalnya.

Kali ini kita akan berkenalan dengan “ABDURRAHMAN  –  Maestro Rebana Biang Khas Betawi” yang akan dikupas mendalam oleh Babeh Yahya Andi Saputra.


ABDURRAHMAN  –  Maestro Rebana Biang Khas Betawi

Pensiunan TNI Angkatan Laut ini lahir di kampung Ciganjur, Jakarta Selatan, 2 Maret 1943. Kakeknya, H. Amsir, dan ayahnya, H. Sa’aba, adalah seniman Rebana Biang. Meski awalnya Abdurrachman tak memiliki minat mendalami kesenian Rebana Biang lantaran lebih konsentrasi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), apalagi tugas sehari-harinya sebagai pembuat peta navigasi kelautan yang menuntut konsentrasi total, namun darah seni yang mengucur dari kakek dan ayahnya tak dapat dibendungnya.

Menurut Abdurrachman, kesenian Rebana Biang sampai ke tanah Betawi dari Banten. Orang Banten yang dipanggil dengan nama Bapak Kumis, adalah seniman Rebana Biang yang memperkenalkannya di Ciganjur. Orang Ciganjur pertama yang belajar Rebana Biang kepada Bapak Kumis adalah H. Damong. Melalui H. Damong inilah kemudian kesenian Rebana Biang main populer, sehingga melahirkan generasi penerus seperti H. Ditong, H. Amsir, H. Abdullah, dan lain-lain. H. Sa’aba menjadi generasi ketiga yang meneruskannya kepada kegenerasi keempat, yaitu Abdurrachman, Engkos, H. Mursidi, dan lain-lain.

Disebut rebana biang karena salah satu rebananya berbentuk besar. Rebana biang terdiri atas tiga buah rebana. Rebana yang kecil berdiameter 30 cm diberi nama gendung. Yang berukuran sedang bergaris tengah 60 cm dinamai kotek. Yang paling besar bergaris tengah 60 – 80 cm dinamai biang. Karena bentuknya yang besar, rebana biang sukar dipegang. Untuk memainkannya, para pemain duduk sambil menahan rebana.

Sepeninggal ayahnya, Abdurracman terpanggil meneruskan dan menghidupkan Rebana Biang. Ayah lima anak dan enam cucu ini, kemudian mendirikan grup Rebana Biang yang diberi nama Grup Rebana Biang Pusaka. Kata ”pusaka” yang diambil sebagai nama mengacu kepada makna peninggalan atau warisan. Karena merupakan warisan, menurut Abdurrachman, rebana yang berumur lebih dari 170 tahun itu tak boleh ditelantarkan. Harus dilanjutkan untuk menghibur masyarakat dan menjadi alat berdakwah.

Sejak pensiun dari TNI AL, suami dari Iyah Sopiyah ini kian mantap melakoni hidup sebagai seniman Rebana Biang. Melalui kepemimpinannya, kesenian Rebana Biang mengalami kemajuan pesat. Tanggapan atau permintaan pementasan pun berdatangan bukan hanya dari Jakarta, tapi dari seluruh pelosok nusantara, khususnya daerah atau kota yang memiliki kesenian rebana.


Lagu Rebana Biang hanya ada dua macam, yakni lagu yang berirama cepat yang disebut “Lagu Arab” atau “Lagu Nyalun” dan berirama lambat yang disebut “Lagu Rebana” atau “Lagu Melayu” (maksudnya : Lagu Betawi). Termasuk ke dalam “Lagu Arab” misalnya Robuna Salun, Allahu Ah, Allah Aisa, Allahu Sailillah, Hadro Dzikir, dsb. Termasuk ke dalam lagu Melayu antara lain : Alfasah, Alaik Soleh, Dul Sayiduna, Dul Laila, Yulaela, Sollu ala madinil iman, Anak ayam turun selosin, Sanggarai Kacang. Bersama pementasan Rebana Biang, biasanya dilengkapi dengan tari Benggo dan pertunjukan jurus-jurus silat Betawi.

Atas usahanya, Abdurrachman memperoleh apresiasi tinggi dari bebagai pihak. Apresiasi itu didapatkan berupa penghargaan, baik dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun pemerintah pusat. Kini Abdurrachman tengah menggodok generasi muda yang memiliki keinginan mempelajari Rebana Biang. Menurutnya, ke depan eksistensi Rebana Biang masih kuat.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "[Tokoh Betawi] ABDURRAHMAN – Maestro Rebana Biang Khas Betawi | Oleh YahyaDesember61"

Posting Komentar